Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Fenomena Decision Fatigue: Kenapa Kita Capek Karena Banyak Pilihan?

 


Nalaria.com - Pernah nggak sih kamu berdiri lama di depan lemari, padahal cuma mau milih kemeja buat kerja? Atau scroll aplikasi ojek online lebih dari lima menit hanya untuk mutusin, “Makan nasi padang atau ayam geprek, ya?” Kedengarannya sepele, tapi kok rasanya bikin kepala berat. Nah, bisa jadi itu tanda kamu sedang mengalami decision fatigue.

Apa Sih Decision Fatigue Itu?

Secara sederhana, decision fatigue adalah kondisi saat otak kita kecapekan karena harus membuat terlalu banyak keputusan dalam sehari. Bayangin otak seperti baterai HP. Setiap kali kamu memilih—mau pakai baju apa, buka email dulu atau rapat dulu, bahkan mau balas chat pakai emoji apa—baterainya berkurang sedikit demi sedikit.

Menurut penelitian psikolog Roy Baumeister, kemampuan kita membuat keputusan itu mirip dengan otot. Kalau dipakai terus tanpa istirahat, ya melemah juga. Jadi wajar kalau di sore hari, setelah seharian kerja, keputusan sekecil “pesan kopi latte atau cappuccino” bisa terasa bikin bingung setengah mati.

Kenapa Bisa Sampai Capek?

Otak manusia punya bagian bernama prefrontal cortex—ini pusat pengambilan keputusan. Bagian ini juga bertanggung jawab atas kontrol diri, logika, dan perencanaan. Nah, setiap kali dipakai untuk “milih-milih,” energi mental terkuras.

Ketika energi itu menipis, biasanya ada dua reaksi:

  1. Kita jadi gampang asal pilih. (“Udahlah, terserah, yang penting cepat!”)
  2. Kita justru menunda keputusan. (Alias bengong sambil nunggu ilham turun, padahal deadline udah mepet.)

Dan buat pekerja kantoran, kondisi ini bisa sangat terasa. Mulai dari hal kecil seperti pilih font di PowerPoint, sampai hal besar kayak menentukan prioritas proyek.

Skenario Nyata di Dunia Kantoran

Biar lebih kebayang, coba perhatikan rutinitas sehari-hari:

  • Pagi hari: Baru masuk kantor, sudah harus memutuskan mana email yang urgent, mana yang bisa di-skip dulu.
  • Menjelang siang: Bos nanya, “Kita rapat via Zoom atau Google Meet aja?”—padahal yang penting rapatnya, bukan aplikasinya.
  • Sore menjelang pulang: Lapar, tapi malah pusing sendiri lihat daftar menu yang panjang di aplikasi pesan-antar.

Nggak heran kalau banyak orang bilang, “Capeknya bukan cuma dari kerjaan, tapi dari mikir terus sepanjang hari.”

Seorang teman kantorku pernah nyeletuk, “Kadang aku lebih pusing pilih template presentasi daripada isi presentasinya.” Dan jujur… ada benarnya juga.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Syukurlah, decision fatigue bukan hal yang nggak bisa diatasi. Ada beberapa trik ringan yang bisa bantu otak kita lebih hemat energi:

1. Bikin Rutinitas Harian

Coba perhatikan kenapa banyak tokoh sukses (Mark Zuckerberg, misalnya) selalu pakai pakaian yang mirip setiap hari. Bukan karena mereka nggak punya gaya, tapi biar otaknya nggak kebuang energi cuma buat mikirin outfit. Kamu bisa mulai dari hal kecil: sarapan yang sama tiap pagi, atau punya “seragam kerja” versi pribadi.

2. Susun To-Do List Sejak Pagi

Tuliskan pekerjaan penting di awal hari, sebelum energi mental tergerus. Dengan begitu, kamu nggak perlu mikir lagi, “Abis ini ngapain, ya?” karena tinggal cek list. Bonusnya, tiap centang di to-do list rasanya kayak mini victory.

3. Batasi Pilihan yang Nggak Penting

Kadang kita sendiri yang bikin pilihan jadi ribet. Misalnya, jangan simpan 10 aplikasi pesan-antar di HP. Cukup 2–3 favorit aja. Atau tentukan “menu default” kalau bingung—misalnya, “Kalau nggak tahu mau makan apa, balik lagi ke nasi goreng.” Hidup jadi lebih simpel.

Menutup Hari dengan Lebih Ringan

Intinya, decision fatigue itu nyata, dan semua orang pernah ngalamin. Tapi kabar baiknya, kita bisa mengurangi dampaknya dengan sedikit strategi. Mulai dari bikin rutinitas, nyiapin to-do list, sampai membatasi pilihan remeh-temeh yang bikin otak keburu panas.

Seperti kata William James, psikolog terkenal, “Kebiasaan adalah mekanisme penghemat energi paling ampuh.” Jadi, kenapa nggak mulai hari ini dengan satu kebiasaan kecil? Misalnya, putuskan sekarang: besok pagi mau sarapan apa. Dengan begitu, satu keputusan sudah dicoret dari daftar sebelum kamu bangun tidur.

Siapa tahu, energi yang tersisa bisa kamu pakai buat hal yang lebih penting—kayak nyari ide brilian buat proyek kantor, atau sekadar mikirin kapan liburan berikutnya.

 

Post a Comment for "Fenomena Decision Fatigue: Kenapa Kita Capek Karena Banyak Pilihan?"

close